PENDAHULUAN
A. Pengertian Pengelasan
Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau
lebih yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi,
sehingga terjadi
penyatuan bagian bahan yang disambung.
Kelebihan sambungan las adalah konstruksi ringan, dapat menahan kekuatan yang tinggi, mudah pelaksanaannya, serta cukup ekonomis. Namun
kelemahan
yang paling utama adalah terjadinya
perubahan struktur mikro
bahan yang dilas, sehingga terjadi perubahan sifat fisik maupun mekanis
dari bahan yang dilas.
Perkembangan teknologi
pengelasan logam memberikan kemudahan umat manusia
dalam
menjalankan kehidupannya. Saat ini kemajuan ilmu
pengetahuan
di
bidang elektronik melalui penelitian
yang melihat karakteristik atom, mempunyai
kontribusi yang sangat besar terhadap penemuan material baru dan sekaligus bagaimanakah menyambungnya.
Jauh sebelumnya, penyambungan logam dilakukan dengan memanasi dua buah
logam dan menyatukannya secara bersama. Logam yang menyatu
tersebut
dikenal dengan istilah fusion.
Las listrik merupakan salah satu yang menggunakan prinsip tersebut.
Pada zaman sekarang pemanasan logam
yang akan disambung berasal dari
pembakaran gas atau arus listrik.
Beberapa gas dapat digunakan, tetapi yang sangat popular adalah gas Acetylene
yang lebih dikenal dengan gas Karbit. Selama pengelasan,
gas Acetylene dicampur dengan gas Oksigen
murni. Kombinasi campuran
gas tersebut memproduksi panas yang paling tinggi diantara campuran gas lain.
Cara lain yang paling utama digunakan
untuk memanasi logam yang
dilas adalah arus listrik.
Arus listrik dibangkitkan oleh generator dan dialirkan melalui kabel
ke sebuah alat yang menjepit elektroda diujungnya, yaitu suatu logam batangan yang dapat menghantarkan listrik dengan baik.
Ketika arus listrik
dialirkan, elektroda disentuhkan ke benda kerja dan kemudian
ditarik ke belakang sedikit, arus
listrik tetap mengalir melalui celah sempit antara ujung elektroda dengan
benda kerja. Arus yang mengalir ini
dinamakan busur (arc) yang dapat mencairkan logam.
Terkadang dua logam yang disambung dapat menyatu secara langsung, namun terkadang masih diperlukan bahan tambahan lain agar deposit logam lasan terbentuk dengan baik, bahan
tersebut disebut bahan tambah (filler metal).
Filler metal biasanya berbentuk batangan, sehingga biasa dinamakan welding rod (Elektroda las). Pada proses las, welding rod dibenamkan ke dalam cairan logam yang tertampung
dalam suatu cekungan yang disebut welding pool dan secara bersama-sama membentuk deposit
logam lasan, cara seperti ini dinamakan Las Listrik atau
SMAW (Shielded metal Arch welding), lihat
gambar 1.
Gambar
1. Prinsip Kerja Las Listrik
Sebagian besar logam akan berkarat (korosi) ketika bersentuan
dengan udara atau uap air, sebagai contoh adalah logam
besi mempunyai karat, dan alumunium mempunyai lapisan putih di permukaannya. Pemanasan dapat mempercepat proses korosi tersebut. Jika karat, kotoran, atau material
lain ikut tercampur ke dalam
cairan logam lasan dapat menyebabkan kekroposan deposit logam
lasan yang terbentuk sehingga menyebabkan cacat pada sambungan las.
B. Klasifikasi Proses Las
Sambungan las adalah ikatan dua buah logam
atau lebih yang terjadi karena
adanya proses difusi dari logam tersebut.
Proses difusi dalam sambungan las dapat dilakukan dengan kondisi padat maupun
cair. Dalam terminologi las, kondisi padat disebut Solid state welding (SSW) atau Presure welding dan kondisi cair disebut Liquid
state welding (LSW) atau Fusion welding.
Proses SSW biasanya dilakukan
dengan tekanan sehingga
proses ini disebut juga Presure welding
Presure welding. Proses SSW memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya adalah dapat
menyambung
dua buah material atau lebih yang tidak sama, proses cepat, presisi, dan hampir
tidak memiliki daerah terpengaruh panas (heat
affected zone / HAZ). Namun demikian SSW juga mempunyai kelemahan yaitu persiapan sambungan dan prosesnya rumit, sehingga dibutuhkan ketelitihan sangat tinggi.
LSW merupakan proses
las yang sangat populer
di kalangan masyarakat kita, sambungan
las terjadi karena adanya pencairan ujung kedua material yang disambung. Energi panas yang digunakan untuk mencairkan material
berasal dari busur listrik,
tahanan listrik, pembakaran
gas, dan juga beberapa cara lain diantaranya
adalah sinar laser, sinar electron, dan busur plasma.
Penyambungan material dengan cara ini mempunyai persyaratan material harus sama, karena
untuk mendapatkan sambungan yang sempurna suhu material harus sama, jika tidak proses
penyambungan tidak akan terjadi.
Kelebihan metode pengelasan
ini adalah proses dan persiapan
sambungan tidak
rumit, beaya murah,
pelaksanaannya mudah.
Kelemahannya adalah memerlukan juru las yang terampil, terjadinya HAZ yang menyebabkan perubahan sifat bahan,
dan ada potensi kecelakaan dan terganggunya kesehatan juru las.
Tabel 1 menunjukan
berbagai macam proses las yang ditinjau dari kelompok SSW dan LSW,
disamping itu juga dilihat dari jenis sumber panas yang digunakan beserta kode proses las berdasarkan standar ISO.
C. Reaksi
Kimia Selama Proses Las
Dalam proses LSW bagian dari logam yang dilas harus dipanasi
sampai mencair. Pemanasan logam dengan temperature yang sangat tinggi ini dapat megakibatkan terjadinya reaksi kimia antara logam tersebut dengan Oksigen dan Nitrogen yang ada
dalam udara. Jika selama proses las cairan logam las (welding pool)
tidak dilindungi dari pengaruh udara, maka logam
akan bereaksi dengan Oksigen
dan Nitrogen membentuk Oxides dan Nitrides yang dapat menyebabkan logam tersebut menjadi getas dan keropos karena adanya kotoran (slag
inclutions), sedangkan kandungan unsur Karbon dalam
logam akan membentuk gas CO yang dapat mengakibatkan adanya rongga dalam logam
las (caviety).
Reaksi kimia lainnyapun bisa terjadi dalam
cairan logam las (welding pool).
Gas Hydrogen dan uap air juga dapat menyebabkan cacat las (welding defect). Hydrogen yang bereaksi dengan Oxides yang ada dalam logam
dasar dapat menyebabkan terjadinya uap yang mengakibatkan
terjadnya porositas pada logam lasan.
Tabel 1. Klasifikasi Proses
Pengelasan Logam
|
Jenis
Proses
Las
|
Kode
ISO
|
|||
WELDING PROCESSES
|
LIQUID STATE WELDING
|
Electric Arc Welding
|
Flash Butt
|
Stud Welding
|
781
|
Projection
Welding
|
|
||||
Consumable
Electrode
|
Shelded Metal Arc Welding (SMAW)
|
111
|
|||
Metal Inert Gas
Welding (MIG)
|
131
|
||||
Metal Active Gas
Welding (MAG)
|
135
|
||||
Flux Cored Arc
Welding (FCAW)
|
114
|
||||
Non Consumable Electrode
|
Tungsten Inert
Gas (TIG)
|
141
|
|||
Plasma Arc
Welding (PAW)
|
15
|
||||
Resistance Welding
|
Spot Welding
|
|
|||
Seam Welding
|
|
||||
Thermal Welding
|
Gas Welding
|
3
|
|||
Laser Welding
|
-
|
||||
SOLID STATE WELDING
|
Friction Welding
|
42
|
|||
Cold Welding
|
Explosive
Welding
|
441
|
|||
Ultrasonic
Welding
|
41
|
||||
Forge Welding
|
43
|
||||
Diffusion Welding
|
45
|
D. Melindungi Cairan Logam Las dari Pengaruh Udara Luar
Type
energi
panas
yang
digunakan untuk
pencairan logam
dan teknik pelindungan cairan logam
las sangat berpengaruh terhadap perubahan komposisi
kimawi dalam deposit logam lasan. Ketika nyala oksidasi dalam las Karbit (Oxy-acetylene welding/OAW) akan merubah besi menjadi
Oxides sehingga deposit
las keropos karena Oxides tersebut tercampur di dalamnya. Untuk mengelas baja karbon akan lebih baik bila digunakan nyala Netral. Pengelasan
logam dengan OAW, cairan logam
dilindungi dari udara luar oleh
reduksi gas hasil pembakaran gas Acetylene.
Dalam teknik pengelasan SMAW, proses pelindungan logam lasan dilakukan
dua tahap. Ketika logam las
dalam kondisi cair dilindungi
oleh bermacam-macam gas hasil pembakaran
elektroda las dan ketika sedang membeku cairan ini dilindungi oleh lapisan
terak yang terbentu dari fluks yang membeku.
Pelindungan deposit logam las dalam pengelasan Metal inert gas (MIG) dan Tungsten inert gas (TIG), terjadi karena sifat inert gas yang tidak dapat mengikat elemen lain dalam udara sehingga tidak akan terjadi
reaksi kimia. Jika las MIG
menggunakan gas pelindung
CO2, akan terjadi proses deoksidasi
CO2 ketika terbakar dengan busur listrik, gas ini terpecah menjadi Karbon
monoksida (CO) dan Oksigen (O2).
Oksigen yang lepas
tidak bersentuhan dengan
logam lasan,
sedangkan deoxidisers bereaksi dengan Oksigen membentuk
lapisan slag yang sangat tipis
di atas permukaan deposit logam lasan.
Dalam las OAW deposit logam lasan dapat dilindungi dari oksidasi dan pengaruh
reaksi kimia lainnya dengan menggunakan Flux. Flux
merupakan gabungan berbagai elemen yang berfungsi meminimalkan terjadinya oksidasi. Komposisi
kimia
flux bervariasi tergantung jenis logam yang
akan dilas.
E. Perubahan Sifat Logam Setelah Proses Las
Pencairan logam saat pengelasan menyebabkan adanya perubahan
fasa logam dari padat hingga mencair. Ketika logam
cair mulai membeku akibat pendinginan cepat, maka akan terjadi perubahan
struktur mikro dalam
deposit logam las dan logam
dasar yang terkena pengaruh panas (Heat affected zone/HAZ). Struktur mikro dalam logam lasan biasanya berbentuk columnar, sedangkan
pada daerah HAZ terdapat perubahan yang sangat bervariasi. Sebagai
contoh, pengelasan baja karbon
tinggi sebelumnya berbentuk pearlite,
maka seelah pengelasan struktur
mikronya tidak hanya pearlite,
tetapi juga terdapat
bainite dan martensite (lihat
Gambar
4).
Perubahan ini mengakibatkan perubahan
pula sifat-sifat logam dari sebelumnya. Struktur mikro pearlite memiliki sifat
liat dan tidak
keras, sebaliknya martensite mempunyai
sifat keras dang etas. Biasanya keretakan sambungan las bearsal dari struktur mikro
ini.
Gambar 2 mendeskripsikan distribusi
temperatur pada logam dasar yang sangat bervariasi telah menyebabkan berbagai
macam perlakuan panas terhadap daerah HAZ logam
tersebut. Logam lasan
mengalami pemanasan hingga
termperatur 1500o C dan daerah HAZ bervariasi mulai 200° C hingga
1100° C (lihat
Gambar 3). Temperatur
1500° C pada logam
lasan
menyebabkan pencairan dan ketika membeku membentk
struktur mikro columnar.
Temperatur
200° C hingga 1100° C menyebabkan
perubahan struktur mikro pada logam
dasar baik ukuran maupun bentuknya.
|
|
600oC
850oC
1100oC
1500oC
Gambar 2.
Distribusi Temperatur Saat Pengelasan
Transformation Over 1500oC 900oC Heating 1100oC 700oC
Annealing
Fusi
Gambar 3. Perlakuan Panas Logam Las
F. Distorsi Sambungan Las Akibat
Panas
Setiap
logam yang dipanaskan mengalami pemuaian dan ketika pendinginan akan mengalami penyusutan.
Fenomena ini menyebabkan adanya ekspansi dan konstraksi
pada logam yang dilas. Ekspansi
dan konstraksi pada logam yang dilas ini menurut
istilah metalurgi dinamakan distorsi.
HAZ
Struktur
Columnar
Gambar 4. Struktur
Makro Sambungan Las
Martensite Pearlite
Gambar 5 Struktur
Mikro Baja Karbon
Distorsi dikategorikan menjadi tiga macam,
yaitu: 1) distorsi longitudinal, 2) distorsi transfersal, dan 3) distorsi
angular. Distorsi longitudinal terjadi
akibat adanya ekspansi dan konstraksi deposit
logam las di sepanjang jalur las yang menyebabkan tarikan dan dorongan pada logam
dasar
yang dilas. Distorsi
transfersal terjadi tegak lurus
terhadap jalur las yang dapat
mengakibatkan tarikan
ke arah sumbu tegak
jalur las.
Distorsi angular
menyebabkan efek gerakan sayap burung yang biasanya terjadi
karena pengelasan di satu sisi logam dasar
(lihat Gambar 6).
G. Ruang Lingkup Pekerjaan Las
Industri
manufaktur tidak dapat terlepas
dari penyambungan logam.
Penyambungan logam dilakukan dengan berbagai tujuan, diantaranya adalah untuk membuat
suatu barang yang tidak mungkin
dilakukan dengan teknik lain, memudahkan
pekerjaan, serta dapat menekan biaya
produksi.
Proses penyambungan logam yang banyak digunakan dalam industri manufaktur adalah las. Pengelasan logam merupakan
pilihan yang cukup tepat. Pengelasan tidak membutuhkan waktu lama, konstruksi ringan, kekuatan sambungan cukup baik, serta biaya
relatif murah.
Penerapan
sambungan las sangat luas. Sambungan
las banyak digunakan pada konstruksi jembatan,
gedung, industri otomotif, industri peralatan rumah tangga, bahkan industri barang dengan bahan plastikpun banyak
menggunakan proses las tersebut, lihat gambar
7.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
Gambar 6. Macam-macam Distorsi
|
|
H. Pengaruh Posisi Proses Las Terhadap
Keterampilan Juru Las
Sebagaian besar pekerjaan las dilakukan
dengan proses LSW (Liquid state
welding) atau proses las dalam kondisi cair. Proses
las yang dilakukan dengan kondisi
cair ini, posisi saat pengelasan berlangsung sangat berpengaruh terhadap bentuk deposit logam
las yang terbentuk. Tidak semua juru las mahir di semua posisi,
posisi di bawah tangan (down hand)
merupakan posisi yang paling mudah untuk dilakukan, namun
ketika mengelas pipa logam dengan posisi miring akan sangat sulit dilakukan. Juru las yang dapat melakukan
pengelasan ini adalah juru las kelas satu yang dilengkapi dengan
sertifikat standar
internasional.
Gambar 7.
Sambungan Las pada Pipa
Dalam
dunia industri posisi las diberi kode tertentu agar pada saat pengelasan dilakukan tidak terjadi kekeliruan menentukan juru las dan prosedur
pengelasan. Ada dua sistim pengkodean yang banyak dikenal,
yaitu sistim yang ditetapkan
oleh American Welding Society
(AWS) dan sistim International
Standard Organisation (ISO).
Berdasarkan kode yang ditetapkan oleh AWS,
posisi las dikaitkan pada jenis teknik sambungan las, jika sambungan berkampuh (groove) maka kode posisinya dengan huruf G,
untuk posisi down-hand 1G, horisontal 2G, vertikal 3G, over-head 4G,
pipa dengan sumbu horisontal 5G, dan pipa miring
45° 6G. Jika sambungan las tidak berkampuh/tumpul
(fillet)
maka kodenya adalah F, untuk
posisi down-hand 1F, horisontal 2F,
vertikal 3F, dan over-head 4F.
Sistim kode posisi las yang ditetapkan ISO berbeda dengan AWS. Kode posisi las menurut ISO didasarkan pada posisi elektroda saat pengelasan dilakukan, untuk
pengelasan plat diberi kode PA, PB, PC, PD,
dan PE, sedangkan pengelasan pipa
naik PF dan pipa turun PG, lihat Gambar 8 dan 9.
PE
PD
PC
PB
PA
Gambar 8. Kode ISO Posisi Las Flat
I. Klasifikasi Bentuk Sambungan Las
Ada beberapa bentuk dasar sambungan las yang biasa dilakukan dalam penyambungan logam, bentuk tersebut
adalah butt joint, fillet joint, lap
joint edge joint,
dan out-side corner
joint. Berbagai
bentuk dasar sambungan ini
dapat dilihat pada Gambar 10.
PF
PG
Gambar
9. Kode ISO Posisi Las Pipa
Lap joint
Corner
joint Fillet joint
Butt joint
Edge joint
Gambar 10. Berbagai Bentuk Sambungan Las
J. Beberapa Variabel
yang Berkaitan dengan Pekerjaan Las.
Penyambungan logam dengan proses pengelasan
tidak dapat dilakukan sembarangan,
banyak variabel yang harus diperhatikan agar kualitas sambungan sesuai standar yang dipersyaratkan oleh suatu lembaga internasional yang berkaitan dengan pekerjaan las. Variabel
tersebut adalah
bahan, proses, metode, keselamatan
dan
kesehatan kerja, peralatan, sumber daya manusia, lingkungan, serta pemeriksaan kualitas sambungan las. Lihat Gambar 11.
Dalam proses pengelasan logam, bahan yang akan disambung harus diidentifikasi
dengan baik. Dengan dikenalinya
bahan yang akan dilas, dapat ditentukan prosedur pengelasan yang benar, pemilihan juru las yang sesuai, serta pemilihan mesin dan alat yang tepat
Metode
Alat
Pemeriksaan
Bahan
Proses las
Sambungan
las
SDM K3 Lingkungan
Gambar
11. Variabel yang Berpengaruh pada Pengelasan
|
Metode
pengelasan logam
yang
meliputi prosedur
pengelasan, prosedur perlakuan panas, desain
sambungan, serta teknik pengelasan disesuaikan dengan jenis bahan, peralatan, serta posisi pengelasan saat sambungan las dibuat.
Aspek
efektifitas, efisiensi proses, dan pertimbangan ekonomis berkaitan erat dengan pemilihan peralatan las. Pengelasan logam
stainless steel akan berkualitas bagus jika menggunakan las TIG, namun akan lebih murah bila ddilas
dengan las listrik, sehingga pemilihan mesin dan
peralatan las sebaiknya disesuaikan dengan tujuan pengelasan serta biaya operasionalnya.
Dalam pelaksanaan pekerjaan las dibutuhkan
Sumber daya manusia yang memenuhi
kualifikasi sesuai standar yang ada. Kualifikasi
harus mengikuti standar-standar internasional seperti International
Institut of Welding (IIW), American
Welding Society (AWS), dan masih banyak
lembaga-lembaga international di
bidang
pengelasan logam yang lain. Berdasarkan standar International
Institut of Welding (IIW), profesi las terdiri dari Welding Engineer
(WE), Welding Technologist (WT), Welding
Practitioneer (WP), serta
Welder (W).
Profesi
Welding Engineer mempunyai
tugas untuk menentukan prosedur pengelasan dan prosedur pengujian. Seorang Welding Technologist bertugas untuk menterjemahkan
prosedur-prosedur tersebut kepada profesi las yang mempunyai level di bawahnya. Untuk melatih juru las (Welder) dibutuhkan seorang Welding
Practititoneer dan yang melakukan
pengelasan adalah Welder (juru
las).
Lingkungan
pada waktu pengelasan dilakukan merupakan
faktor yang mempengaruhi kualitas las. Pengelasan
yang
dilaksanakan pada kondisi
lingkungan sangat ekstrim, diperlukan prosedur
khusus agar kualitas sambungan terjamin dengan baik. Pengelasan kapal yang terpaksa dilakukan di dalam
air memerlukan mesin las yang dilengkapi dengan satu unit peralatan
yang dapat melindungi elektroda dari
sentuhan air. Disamping itu
juga dibutuhkan Welder
yang sesuai
dengan pekerjaan tersebut, pengelasan dalam air cukup sulit dilakukan karena adanya
tekanan gas pelindung terhadap dinding kapal.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) juga perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pengelasan. Seorang juru las
tidak dapat bekerja dengan baik jika dia tidak menggunakan pakaian
dan peralatan keamanan kerja yang pada gilirannya sambungan
las yang dihasilkan akan berkualitas tidak baik. Disamping itu jika peralatan
K3 kurang memadahi
apabila terjadi kecelakaan tidak dapat diantisipasi secara tepat dan cepat.
Sambungan
las
yang
telah
dibuat
harus diperiksa
agar dapat diketahui kualitasnya. Sambungan las harus dibongkar jika terjadi cacat-cacat yang melampaui batas yang dipersyaratkan. Pemeriksaan
dilakukan oleh seorang Welding Inspector (WI). Pemeriksaan
las menggunakan uji visual, sinar-X, Ultrasonic, serta masih banyak metode lainnya.