Minggu, 04 Desember 2016

PENGUJIAN TARIK PADA BAJA






PENGUJIAN TARIK PADA BAJA


Kekuatan suatu struktur desain material sangat dipengaruhi oleh sifat fisik materialnya oleh Karena itu diperlukan pengujian untuk mengetahui sifat-sifat tersebut. Salah satunya adalah pengujian tarik (Tensile test). Dalam dunia manufaktur pengetahuan tentang sifat-sifat fisik suatu bebab sangat penting khususnya dalam mendesain dan menentukan proses manufakturnya. Pengujian tarik merupakan jenis pengujian material yang paling banyak dilakukan Karena mampu memberikan informasi representative dari perilaku mekanik material. Pengujian tarik sangat simple, relative murah dan sangat memenuhi standar. Pada dasarnya pecobaan tarik ini dilakukan untuk menentukan respons material pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar (gaya-gaya yang diberikan dari luar yang dapat menyebabkan suatu material mengalami perubahan struktur, yang terjadi dalam kisi Kristal material tersebut). Dalam hal ini akan ditentukan seberapa jauh perilaku inheren, yaitu yang lebih merupakan ketergantungan atas fenomena atomic maupun mikroskopik dan bukan dipengaruhi bentuk dan ukuran benda uji.
Prinsip pengujian ini yaitu sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu diberi bebangaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara continue pada kedia ujung specimen tarik hingga putus, bersamaan dengan tiu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji. tegangan yang dipergunakan pada kurva adalah tangangan membujur rata-rata dari pengujian tarik. Pada specimen panjang bagian tengahnya biasanya lebih kecil luas penampangnya dibandingkan keda ujungnya adar patahan terjadi pada bagian tengah. Panjang ukur (gauge length) adalah daerah dibagian tengah dimana elongasi diukur atau alat extensometer diletakkan untuk pengukuran data yang diukur secara manual, yakni diameter specimen. • Luas penampang A, dan data yang terekam dari mesin tarik, berupa beban F yang diberikan (load cell) dan strain ε (extensometer), direduksi menjadi kurva tegangan-tegangan dimana:

                                         σ  = F/A dan σ = ε.E

http://2.bp.blogspot.com/-EpjYdjrfPOU/T6m9f7Slb2I/AAAAAAAAAQo/hx4gGoatgr0/s320/4-7dbc931f58.jpg
Gambar 1. Kurva tegangan-tengangan

A.    Sifat Mekanik Material
a.      Batas proposionalitas (Proportionality Limit)
Didefinisikan sebagai daerah diman tegangan dan regangan mempunyai hubungan proposionalitas satu dengan yang lainnya. Setiap penabahan tegangan akan diikuti dengan penambahan rgangan secara proporsional dalam hubungan linier.

σ = ε.E  


Pada kurva tegangan-tegangan pada gambar 1 diatas, titik P merupakan batas proposionalitas.
b.      Batas elastic (elastic limit)
Didefinisikan sebagai daerah dimana bahan akan kembali panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proposionalitas merupakan bagian dari batas elastic. Bila beban terun diberikan maka batas elastik pada akhirnya akan terlampaui sehingga bahan tidak kembali seperti ukuran semua. Batas elastic merupakan titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi plastis untuk pertama kalinya. Kebanyakan material teknik mempunyai batas elastic yang hampir berhimpit dengan batas proposionalitasnya
c.       Titik Luluh (Yield Point) dan Kekuatan Luluh (Yield Strength)
Didefinisikan sebagai batas dimana sebuah material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tengan luluh (Vield stress).

http://2.bp.blogspot.com/-YTeJHucHPA0/T6nYcWw59GI/AAAAAAAAAQ0/pMHWw1CMROs/s320/5-fab9907a42.jpg
Gambar 2. Kurva tegangan rengangan titik Y merupakan titik luluh

Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan srtuktur kristas BCC da FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom karbon, boron, hydrogen dan oksien. Interaksi antar dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lewer yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Baja berkekuatan tinggi dan besi tulangan yang getas pada umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode offset. Dengan metode ini kekuatan luluh ditentukan sebaai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan / deviasi tertentu proporsionalitas tegangan dan tegangan. Pada gambar 1.2 garis offset OX ditarik parallel dengan OP, sehingga perpotongan XW dna kurva tenganan regangan memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX diambil 0,1 – 0,2 % dari regangan total dimulai dari O.


http://3.bp.blogspot.com/-h4_YuIilBWk/T6nY6r7cyFI/AAAAAAAAAQ8/L6XAKZhxdMQ/s320/6-91065275f3.jpg
Gambar 3 Kurva tegangan regangan bahan getas

\

Kekuatan luluh atau tiitk luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila dignakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending atau puntir. Di sisi lain, batas luluh ini harus dicaai ataupun dilewati bila bahan dipakai dalam proses manufaktur produk-prosuk logam seperti rolling, drawing, stretching dan sebagainya. Dapat diambul kesimpulan bahwa titik luluh adalah suatu tingkatan tegangan yang tidak boleh dilewati dalam pengunaan strunktural (in service) dan harus dilewati dalam proses manufaktur logam (foring process)
a.      Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strenght)
Didefinisikan sebagai tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum tarik dapat ditentukan dari beban maksimum luas penampang seperti berikut:

σUTS = Fmaks / Ao

Pada gambar kurva 1 tegangan-regangan, titik M merupakan tegangan maksimum bahan ulet yang akan terus berdeformasi hingga titik B, sedangkan pada bahan getas titik B merupakan tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan.
b.      Kekuatan Putus (Breaking Strenght)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putir (Fbreaking) dengan tuas penampang awal (Ao), untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum terlampaui M dan bahan tersebut terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlekolalisasi.
Pada bahan ulet, kekuatan putus lebih kecil dari kekuatan maksimum dan pada bahan getas kekuatan putus sama dengan kekuatan maksimumnya
c.       Keuletan (Ductility)
Didefinisikan sebagai sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga tejadinya perpatahan. Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu :
·         Persentase perpanjangan (Elongation):

Σ(%) =[Lf – L/ L0] x 100 %

Dimana:
Lf = panjang akhir benda uji
Lo= panjang awal benda uji
·         Persentase reduksi penampang (Area Reduction):

R(%) =[Af – A/ A0] x 100 %  

Dimana:
Af = luas penampang akhir 
 Ao= luas penampang awal

http://3.bp.blogspot.com/-7DbGXLfyWTs/T6nn8qg18YI/AAAAAAAAASk/EFNAQonPoU8/s320/8-fdc339648b.jpg

Gambar 4 Kurva deformasi pada uji tarik

a.      Modulus elastic (Modulus Young)
Didefinisikan sebagai ukuran kekakuan suatu material, semakin harga modulus ini semakin kecil regangan elastic yang terjadi, atau semakin kaku.
Modulus kekakuan dihitung gradien dari batas proporsional kurva tegangan-regangan: Makin besar modulus elastisitas maka makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan

σ = ε.E 

Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikatan antar atom. Karena gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadinya suatu perubahan sifatt yang sangat mendasar pada material maka modulus elastisitas merupakan suatu sifat dari material yang tidak mudah diubah.
b.      Modulus Kelentingan (modulus of resilience)
Didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus merupakan luas segitiga area elastis kurva tegangan-regangan (daerah abu-abu)
http://3.bp.blogspot.com/-l9wD2QOwjIg/T6ncfaEu8vI/AAAAAAAAARU/xMXro1pdKk4/s320/9-d4713808ec.jpg

Gambar 5 Modulus resllience

c.       Modulus Ketangguhan (Modulus of Toughness)
Didefinisikan sebagai kemampuan material dalam mengabsorbsi energi hingga terjadinva perpatahan. Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area keseluruhan dibawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik.

http://2.bp.blogspot.com/-49PZzaiFyfs/T6nfVnQV4AI/AAAAAAAAARg/TTPwIjZ31rA/s320/10-c89d2111ab.jpg

Gambar 6 Toughness

d.      Kurva Tegangan-Regangan Rekayas dan Sesungguhnya
Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang) dari benda uji,sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan seungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlalu besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya pengerasan regangan (strain hardening) yaitu setelah titik luluh terlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar didalam daerah necking. Pada kurva tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara actual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal A0 bernilai konstan pada saat perhitunan tegangan σ = F/A0. Sementara pada kurva tegangan-regangan sesungguhnya luar area aktual adalah selalu trun sehingga terjadinya perpatahan dan benda uji maupun menahan peningkatan tegangan Karena σ = F/A. Gambar 1.6 memperlihatkan xontoh kedua kurva tegangan-regangan tersebut pada baja karbon rendah (mild steel).
http://3.bp.blogspot.com/-5DiAQBclGqI/T6nkKLgoa3I/AAAAAAAAARs/Hiig8cDl42Q/s320/1.jpg
Gambar 7

A.    Mode Perpatahan Material
Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan seperti ditunjukkan oleh Gambar di bawah ini :
http://4.bp.blogspot.com/-GAaTZXsbA4k/T6nlpbG85AI/AAAAAAAAAR0/LiAeEeTeyls/s320/2.jpg

Gambar 8 Mekanisme perpatahan

Pengamatan kedua tampilan perpatahan ulet dan getas dapat dilakukan baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detildimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope)

a.      Perpatahan Ulet
Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan
http://4.bp.blogspot.com/-5X23dRezAFs/T6nmrSc7GjI/AAAAAAAAAR8/37iYMA-ZWHw/s320/3.jpg

Gambar 9 Perpataha Ulet

Tampilan foto SEM dari perpatahan ulet diberikan oleh gambar berikut:
http://3.bp.blogspot.com/-k7Rp-fEGwIs/T6nm5I9WYmI/AAAAAAAAASE/PFX18IxZ9BY/s320/4.jpg

Gambar 10 Perpatahan Ductle
b.      Pepatahan Getas
Perpatahan getas memiliki ciri-ciri mempunyai ciri-ciri yangberbeda dengan perpatahan ulet. Pada perpatahan getas tidakada atau sedikit sekali terjadi deformasi plastis pada material. Perpatahan jenis ini merambat sepanjang bidang- bidangkristalin membelah atom- atom material. Pada material yanglunak dengan butir kasar akan ditemukan pola chevrons atau fanlike pattern yang berkembang keluar dari daerah kegagalan.Material keras dengan butir halus tidak dapat dibedakan sedangkan pada material amorphous memiliki permukaan patahan yang bercahaya dan mulus.
http://4.bp.blogspot.com/-_qoHGfH6B7w/T6nnEgdOeHI/AAAAAAAAASM/nyMHPw2NnL4/s320/5.jpg

Gambar 11 Patahan brittle

B.     Metode Penelitian
a.       Alat dan Bahan
Alat
1.      Universal testing machine, Servopulser Shimadzu kapasitas 30 ton
2.      Caliper atau micrometer
3.      Spidol permanent atau penggores (cutter)
4.      Stereoscan macroscope
http://3.bp.blogspot.com/-2SZSI9HY7WI/T6nnPBMPu3I/AAAAAAAAASU/42xlxPsIQ84/s1600/6.jpg

Gambar 12 Alat Uji

Bahan
1.      Sample uji tarik (besi tuang, baja, tembaga dan aluminium)
http://3.bp.blogspot.com/-5UNhDJrTopo/T6nndGsdrBI/AAAAAAAAASc/fZLDzd_kFEQ/s320/14-2d212f81c5.jpg

Gambar 13 Sample Uji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar